Minggu, 27 Februari 2011

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN PASIEN POST CRANIOTOMI


PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN PASIEN
POST CRANIOTOMI

CRANIOTOMI adalah suatu tindakan pembedahan tulang kepala untuk mendapatkan jalan masuk ke bagian intracranial guna:
-          mengangkat tumor
-          menghilangkan/mengurangi peningkatan TIK
-          mengevaluasi bekuan darah
-          menghentikan pendarahan
Craniectomi adalah mengangkat sebagian tulang kepala.
Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastic atau metal plate.

Penatalaksanaan yang Pokok

·         Perbaiki dan jaga jalan nafas.
·         Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adequat (normal atau tidak normal kadar PCO2)
·         Lakukan pembedahan segera jika terdapat tanda-tanda penting dari hematoma (< 4 jam) manitol.
·         Pertahankan normovolemik dan normotensi untuk mempertahankan aliran darah ke serebral.
·         Terapi dengan cepat jika terjadi peningkatan TIK dan ulangi CT scan jika terjadi kemunduran secara klinis.
·         Terapi cedera-cedera lainnya dengan tepat.
·         Awasi adanya komplikasi-komplikasi sistemik.
-          Pendarahan sistem pecernaan (stress ulser)
-          DIC
-          Edema paru neurogenik
-          Abnormalitas hormon Endokrin
v  Diabetes insipidus (meningkatnya natrium).
v  Sindroma inapropriate antidiuretik hormon (SIADH) (menurunnya kadar natrium).
v   
-          Kejang


PERAWATAN SECARA UMUM

-          Baringkan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 150 – 300 dan ganti posisi pasien secara teratur.
-          Observasi GCS/respon pupil tiap jam.
-          Lakukan perawatan mata dan daerah yang tertekan.
-          Lakukan suction minimal  1x tiap shift dan sesuai kebutuhan.
-          Rawat tali endotracheal pada posisi yang tinggi (diatas telinga).
-          Gerakan tangan-tangan/betis untuk menekan risiko terjadinya trombus pada vena dalam.
-          Beri sedatif
·         Diazepan atau medazolan
·         Barbiturat jika tekanan intrakranial meninggi atau tampak adanya tanda-tanda memburuk.
·         Awasi terjadinya penurunan tekanan darah.
-          Beri analgesik sesuai kebutuhan
-          Obat blok neuromuskular – tidak biasa digunakan. Digunakan jika pasien ada perlawanan terhadap vetilasi atau terdapat epilepsi atau hipertermi.
-          Profilaksis untuk stress ulser.
-          Beri nutrisi sejak dini – khususnya enteral.
-          Terapi hipertermi dengan agresif
·         Hilangkan infeksi.
·         Lakukan pendinginan secara aktif.
-          Profilaksis untuk kejang.

VENTILASI

·         Mode Control atau SIM V dengan RR yang dibutuhkan untuk memberi dukungan secara penuh.
Tujuan      : PO2 > 80 mmHg (lebih baik lagi >1 00)
                   PCO2 < 35 mmHg
·         Hiperventilasi (PCO2 < 35)
- Akute       : menurunnya aliran darah serebral
                     menurunnya tekanan darah intrakranial
- 4 – 8 jam  : ditoleransi
- > 8 jam     : “berulang” meningkatnya tekanan intrakranial jika PCO2 meningkat.
- Kronik      : Akibatnya sangat buruk karena hal tersebut mengakibatkan menurunnya aliran darah serebral.
·         PEEP      :  Kadar rendah, tidak disukai karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Gunakan  0 cm H2O jika     - paru-paru kolaps
                                               - FIO2  50%
Hindari penggunaan PEEP > 0 cm H2O tanpa dilakukan monitoring tekanan intrakranial.
·         Dapat menaikkan pemberian sedatif atau lognocain sebelum suction dilakukan.

SIRKULASI/TEKANAN DARAH

·         Permulaan resulilasi secara agresif cedera lainnya            naikkan/pertahankan tekanan darah dalam batas normal.
·         Pertahankan normovolemik = jangan batasi cairan kecuali terjadi SIADH.
·         Hindari pemberian dextrose pada terapi cairan.
·         Sangat penting untuk mengontrol tekanan darah
-    Tekanan Perfusi Serebral (CPP) =

CPP = MAP – ICP

Hasil yang diharapkan CPP > 60

Lebih baik lagi jika CPP > 70

Jika tekanan intrakranial pasien tidak diketahui pertahankan MAP  90 mmHg.

-    Hilang autoregulasi pada serebral pada cedera kepala yang berat.

-    Umum terjadi iskemia serebral sekunder.

·         Jika CCP < 60 dengan tekanan intrakranial normal atau PAP < 90 dengan tekanan intrakranial tidak diketahui, maka:
-       Guyur cairan dengan menggunakan koloid
-       Yakinkan bahwa nilai CVP adequat
-       Mulai pemberian vasopressor (dopamin atau adrenalin atau nor adrenalin).
·         Cairan NaCL hipertonik berguna jika pasien terjadi hipovolemik namun tekanan intrakranial > 25.

RENCANA KEPERAWATAN PREOPERATIF

1.      Kaji dan catat vital sign, status neurologis, manifestasi klinik untuk menentukan data awal sebagai perbandingan pada post operasi.
2.      Perbaiki dan jaga jalan nafas.
3.      Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adequat.
4.      Pertahankan normovolemik dan normotensi.
5.      Jelaskan segera tentang perawatan post operasi.
·         Alat-alat monitor
·         Inkubasi
·         Lines-lines
·         Kateter
·         Drain
·         Dressing
6.      Support pasien
a.       Atur posisi yang baik pada tungkai yang paralisis untuk mencegah terjadinya kontraktur.
b.      Kenalkan lingkungan sekitar pada pasien yang mengalami gangguan penglihatan.
c.       Bantu cara berkomunikasi pada pasien yang mengalami aphasia melalui kartu-kartu yang bergambar, alat tulis dan gerakan isyarat atau tingkah laku, dan lain-lain.
d.      Cegah agar pasien tidak menjadi bingung.
e.       Jelaskan dan berikan dukungan pada pasien dan keluarganya tentang pembedahan yang akan dilakukan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan penderita.
7.      Beri sedatif, analgesik sesuai kebutuhan.
8.      Lakukan perawatan mata/daerah yang tertekan.
9.       Monitor intake dan output.

 

RENCANA KEPERAWATAN POSOPERATIF

1.      Pertahankan potensi jalan nafas.
2.      Tinggikan posisi kepala 150 – 300.
3.      Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adequat
-    Spontan           beri O2 10 – 12 lt/mmt dengan NRM.
-    Ventilasi mekanik           mode control atau SimV dengan RR yang dibutuhkan.
4.      Berikan terapi
a. Manitol            meningkatkan serum osmolalitas dan mengeluarkan/menarik cairan yang bebas dari area otak.
b.  Steroid             untuk mengurangi edema otak, membatasi tumor otak diberikan secara kontinyu selama 72 jam untuk mengurangi pembengkakan otak, kemudian dosis diturunkan secara tak pering.
c.  Beri analgesik sedatif sesuai kebutuhan.
d.  Anti Convilsant           diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan supratentorial craniotomy untuk mengurangi serangan kejang-kejang.
5.      Kaji dan catat vital sign, status neurologis, dan CCP tiap jam.
6.      Cek/periksa laboratium darah : AGD, GDR, Elektrolit, uricem, creatimin dan darah rutin, dan lain-lain sesuai pesanan.
7.      Monitor secara ketat tempat-tempat pemasangan CVP, arteri line, drain, dressing luka operasi.
8.      Lakukan perawatan mata/daerah yang tertekan.
9.      Lakukan suction sesuai kebutuhan.
10.  Rawat tali endotrakeal pada posisi yang tinggi (diatas telinga).
11.  Berikan profilaksis untuk stress ulser.
12.  Berikan nutrisi sejak dini – khususnya enteral.
13.  Pertahankan normovolemik dan normotensi.
14.  Monitor ketat intake dan output.
15.  Awasi adanya komplikasi-komplikasi sistemik.

POTENSIAL KOMPLIKASI

1.      Pendarahan intrakranial/hematom.
2.      Edema serebral.
3.      Infeksi (post operasi meningitis, luka, paru).
4.      Kejang
5.      Kerusakan syaraf kranial.


MASALAH-MASALAH YANG SERING MUNCUL
1.  Pola pernafasan tidak efektif : yang berhubungan dengan gangguan integritas jaringan otak, hypoxemia dampak dari anestesi, serebral edema, area pembedahan sekitar medulla obongata atau pons.
     Kriteria Hasil/Tujuan:
·         Oksigenasi yang adequat dapat dipertahankan.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Kaji frekuensi, kedalaman, keteraturan pernafasan dan ekspansi dada.
2.      Kaji bunyi nafas setiap 2 – 4 jam.
3.      Evaluasi nilai AGD sesuai kebutuhan.
4.      Gunakan oksimetri yang tersedia untuk memantau saturasi oksigen dan pantau CO2.
5.      Pertahankan hiperventilasi jika diperlukan ventilator mekanik.
6.      Waspada terhadap dampak obat-obat depresan.
7.      Lakukan suction sesuai kebutuhan, berikan hiperventilasi sebelum prosedur dilakukan.
                     
2.  Klirens jalan nafas tidak efektif : yang berhubungan dengan akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas, atau edema paru.
     Kriteria Hasil/Tujuan:
·         Patensi jalan nafas dapat dipertahankan

INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Kaji kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
2.      Atur postur pasien dengan meninggikan kepala tempat tidur 150 – 300 (jika tidak ada kontraindikasi).
3.      Gunakan jalan nafas oral – nasal untuk mempertahankan jalan nafas atas paten.
4.      Pertahankan ventilator dalam pengesutan dengan sistem alaram bekerja sesuai pesanan.
5.      Penghisapan sekresi (suction) sesuai kebutuhan dan evaluasi efeknya.

3.  Perubahan perfusi jaringan serebral : yang berhubungan dengan edema jaringan serebral, penurunan perfusi sistemik atau hilangnya perfusi serebral karena embolus atau sumbatan aliran darah serebral.
     Kriteria Hasil/Tujuan:
·         Tingkat kesadaran pasien akan membaik atau dipertahankan.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Ukur TIK dengan akurat dan pantau hasil pengukuran secara kontinyu.
2.      Tinggikan bagian kepala tempat tidur 150 – 300 sepanjang waktu.
3.      Gunakan sistem pengkajian neurologi secara konsisten, misal skala Koma Glasgow.
4.      Evaluasi hal-hal berikut setiap 1 jam.
-       Tingkat kesadaran.
-       Ukuan pupil, reaksi pupil terhadap cahaya.
-       Kesamaan pupil.
-       Gerakan ekstermitas.
-       Beri sedikit stimulasi untuk mendapatkan reaksi pasien.
-       Keseauian respons pasien terhadap lingkungan atau stimulasi.
-       Ada tidaknya refleks-refleks.
-       Semua gerakan involunter seperti kejang, kedutan atau fungsi motorik asemetris.
-       Tekanan darah.
-       Frekuensi dan irama jantung.
-       Frekuensi dan irama pernafasan.
-       Parameter hemodinamik.
5.      Hindari peningkatan tekanan intrathoraks, batuk, muntah dan valsava manuver.
6.      Jika ventilasi dikontrol oleh ventilator mekanik, pertahankan PCO2 yang rendah (18 – 25) untuk mencegah vasodilatasi serebral.
7.      Berikan obat kontikosteroid sesuai pesanan dokter.
8.      Beri diuretik yang menurunkan volume jaringan (seperti manitol) sesuai pesanan dokter.
9.      Pertahankan keakuratan intake dan output setiap 3 jam.
10.  Antisipasi dehidrasi, pantau urine dan elektrolit.
11.  Berikan sedatif dan pelemah otot sesuai pesanan dokter dengan barbiturat atau pavulon.
12.  Berikan hiperventilasi sebelum melepas ventilator mekanik untuk suksion.

4.  Defisit volume cairan : yang berhubungan dengan dampak terapi diuretik, kebutuhan metabolisme yang tinggi hormon yang tidak berfungsi.
     Kriteria Hasil/Tujuan:
·           Kebutuhan cairan tubuh dapat terpenuhi dan output yang adequat dapat dipertahankan.
·           Intervensi keperawatan

INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Pantau TVS dan data hemodinamik sesuai yang tersedia.
2.      Pertahankan intake dan output cairan secara akurat setiap 3 jam.
3.      Pantau kecenderungan Na urine dan serum osmolaritas dan kadar creatinin.
4.      Ganti elektrolit dengan terapi suplemen sesuai pesanan.
5.      Kaji diabetes insipidus : output banyak dengan berat jenis rendah.
6.      Jika ada diabeter insipidus beri Pitressin sesuai pesanan.

5.  Risiko terhadap infeksi : yang berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan tingkat kesadaran, lamanya, type dari tindakan pembedahan.
     Kriteria Hasil/Tujuan:
·         Infeksi nosokonial tidak akan terjadi.



INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Gunakan teknik steril yang ketat selama pemasaran device pemantauan TIK dan pertahankan sistem drainase vetricular eksternal.
2.      Lakukan dressing dengan teknik steril.
3.      Kaji gejala-gejala infeksi SSP.
4.      Berikan antibiotik sesuai pesanan.
5.      Pantau dan catat adanya kebocoran CSS dari hidung, telinga atau daerah tempat pemasaran pemantauan TIK




DAFTAR PUSTAKA


Carpenito L.J., 1998, Nursing Diagnosis Aplication to Clinical Practice, J.B. Lippincott Company, Phildelphia.

Doris Smith Suddarth RN., 1991, The Lippincott Manual of Nursing Practice, 5th Edition, JB. Lippincott Company, Philadelphia.

Hudak dan Gallo, 1996, Perawatan Kritis, Edisi VI, Volume II, Penerbit buku kedokteran, EGC, Jakarta.

TEOH, 1990, Intensive Care Manual, Third Edition, by Globe Press, Australia.




















NO
TGL/JAM
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI


1.  Pola pernafasan tidak efektif : yang berhubungan dengan gangguan integritas jaringan otak, hypoxemia dampak dari anestesi, serebral edema, area pembedahan sekitar medulla obongata atau pons.
    

.
                     
2.  Klirens jalan nafas tidak efektif : yang berhubungan dengan akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas, atau edema paru.

    





3.  Perubahan perfusi jaringan serebral : yang berhubungan dengan edema jaringan serebral, penurunan perfusi sistemik atau hilangnya perfusi serebral karena embolus atau sumbatan aliran darah serebral.
·        


































4.  Defisit volume cairan : yang berhubungan dengan dampak terapi diuretik, kebutuhan metabolisme yang tinggi hormon yang tidak berfungsi.



5.  Risiko terhadap infeksi : yang berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan tingkat kesadaran, lamanya, type dari tindakan pembedahan.
    





Oksigenasi yang adequat dapat dipertahankan














Patensi jalan nafas dapat dipertahankan













Tingkat kesadaran pasien akan membaik atau dipertahankan










































Kebutuhan cairan tubuh dapat terpenuhi dan output yang adequat dapat dipertahankan.







Infeksi nosokonial tidak akan terjadi.

  • Kaji frekuensi, kedalaman, keteraturan pernafasan dan ekspansi dada.
  • Kaji bunyi nafas setiap 2 – 4 jam.
  • Evaluasi nilai AGD sesuai kebutuhan.
  • Gunakan oksimetri yang tersedia untuk memantau saturasi oksigen dan pantau CO2.
  • Pertahankan hiperventilasi jika diperlukan ventilator mekanik.
  • Waspada terhadap dampak obat-obat depresan.
  • Lakukan suction sesuai kebutuhan, berikan hiperventilasi sebelum prosedur dilakukan





  • Kaji kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
  • Atur postur pasien dengan meninggikan kepala tempat tidur 150 – 300 (jika tidak ada kontraindikasi).
  • Gunakan jalan nafas oral – nasal untuk mempertahankan jalan nafas atas paten.
  • Pertahankan ventilator dalam pengesutan dengan sistem alaram bekerja sesuai pesanan.
  • Penghisapan sekresi (suction) sesuai kebutuhan dan evaluasi efeknya.


  • Ukur TIK dengan akurat dan pantau hasil pengukuran secara kontinyu.
  • Tinggikan bagian kepala tempat tidur 150 – 300 sepanjang waktu.
  • Gunakan sistem pengkajian neurologi secara konsisten, misal skala Koma Glasgow.
  • Evaluasi hal-hal berikut setiap 1 jam.
  • Tingkat kesadaran.
  • Ukuan pupil, reaksi pupil terhadap cahaya.
  • Kesamaan pupil.
  • Gerakan ekstermitas.
  • Beri sedikit stimulasi untuk mendapatkan reaksi pasien.
  • Keseauian respons pasien terhadap lingkungan atau stimulasi.
  • Ada tidaknya refleks-refleks.
  • Semua gerakan involunter seperti kejang, kedutan atau fungsi motorik asemetris.
  • Tekanan darah.
  • Frekuensi dan irama jantung.
  • Frekuensi dan irama pernafasan.
  • Parameter hemodinamik.
  • Hindari peningkatan tekanan intrathoraks, batuk, muntah dan valsava manuver.
  • Jika ventilasi dikontrol oleh ventilator mekanik, pertahankan PCO2 yang rendah (18 – 25) untuk mencegah vasodilatasi serebral.
  • Berikan obat kontikosteroid sesuai pesanan dokter.
  • Beri diuretik yang menurunkan volume jaringan (seperti manitol) sesuai pesanan dokter.
  • Pertahankan keakuratan intake dan output setiap 3 jam.
  • Antisipasi dehidrasi, pantau urine dan elektrolit.
  • Berikan sedatif dan pelemah otot sesuai pesanan dokter dengan barbiturat atau pavulon.
  • Berikan hiperventilasi sebelum melepas ventilator mekanik untuk suksion.


·         Pantau TVS dan data hemodinamik sesuai yang tersedia.
·         Pertahankan intake dan output cairan secara akurat setiap 3 jam.
·         Pantau kecenderungan Na urine dan serum osmolaritas dan kadar creatinin.
·         Ganti elektrolit dengan terapi suplemen sesuai pesanan.
·         Kaji diabetes insipidus : output banyak dengan berat jenis rendah.
·         Jika ada diabeter insipidus beri Pitressin sesuai pesanan.

·         Gunakan teknik steril yang ketat selama pemasaran device pemantauan TIK dan pertahankan sistem drainase vetricular eksternal.
·         Lakukan dressing dengan teknik steril.
·         Kaji gejala-gejala infeksi SSP.
·         Berikan antibiotik sesuai pesanan.
·         Pantau dan catat adanya kebocoran CSS dari hidung, telinga atau daerah tempat pemasaran pemantauan TIK




Tidak ada komentar:

Posting Komentar